Type Here to Get Search Results !

110 mahasiswa Nduga ikuti pelatihan sejarah Papua merdeka

Pembekalan Sejarah Papua Merdeka
 
Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Sejumlah 110 mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga Se-Indonesia atau IPMNI mengikuti pembekalan sejarah Papua merdeka di Jayapura, Sabtu (9/10/2021). Materi sejarah Papua merdeka itu disampaikan Komite Nasional Papua Barat atau KNPB Wilayah Numbay.

Ketua KNPB Numbay, Hosea Yeimo menyatakan materi pembekalan itupenting, karena membekali para mahasiswa pengetahuan sejarah negara West Papua yang pernah ada di Tanah Papua. Menurutnya, materi pembekalan itu berisi kejadian yang benar-benar terjadi dimasa lalu.

Menurutnya, materi pelatihan itu juga membaha penindasan dan penjajahan yang terjadi di Papua, serta manipulasi sejarahyang dilakukan untuk membenarkan penjajahan tersebut. Pelatihan itu juga membahas praktik penjajahan yang dilakuan Indonesia terhadap orang asli Papua.

Yeimo menjelaskan Indonesia sebagai penjajah tidak pernah mengakui sejarah dan berbagai peristiwa masa lalu di Tanah Papua, termasuk sejarah Papua merdeka. Kurikulum pendidikan sejarah Indonesia mengajari anak SD, SMP, SMA tentang sejarah Indonesia merdeka dari penjajahan Jepang dan Belanda. Kurikulum yang sama juga mengajarkan sejarah tentang Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, namun tidak pernah mengajarkan sejarah Papua.

“Mereka hanya mengajar tentang Indonesia merdeka. Mereka hanya mengajarkan tentang apa itu Indonesia, sejarah Indonesia. Kami [tidak] pernah diajarkan sejarah Papua. Itu penjajahan [yang] dong lakukan, pembodohan supaya kita ini tidak tahu tentang kitong orang Papua punya sejarah. Itu realita, kenyataan, itu yang benar-benar terjadi dan kita hadapi saat ini di Papua,” kata Yeimo pada Sabtu (9/10/2021).

Selain memberikan materi tentang sejarah Papua merdeka, pembekalan itu juga menyampaikan materi sejarah pengalihan pengusaan Papua dari Belanda kepada Indonesia. Pengalihan pengusahaan Papua itu dilakukan berdasarkan Perjanjian New York pada 15 Agustus 1962 antara Belanda, Indonesia, dan Amerika Serikat. Pembekalan itu juga menyampaikan Perjanjian Roma 30 September 1962 yang juga dibuat tanpa melibatkan orang Papua.

“Dalam Perjanjian Roma diatur kesempatan bagi orang Papua untuk menentukan nasib sendiri. Namun hal itu tidak terjadi, Indonesia masih ada di Papua sampai saat ini,” kata Yeimo.

Pembekalan juga membahas masalah rasisme terhadap orang Papua. Rasisme terus dilakukan oleh orang Indonesia terhadap orang Papua dan itu salah satu fakta sifat penjajah kepada bangsa yang dijajah.

“Rasisme terhadap orang Papua bukan baru terjadi pada tahun 2019. Rasisme sudah terjadi sejak sejarah masa lalu. Rasisme merendahkan derajat dan martabat manusia. [Rasisme] bukan hanya [dalam bentuk]kata-kata monyet, gorila, dan menghina. [Itu] bukan baru kali ini, tetapi sudah terjadi sejak 15 agustus 1962, ketika Belanda, Amerika Serikat dan Indonesia sibuk bicara tentang Papua, [sementara] orang Papua yang punyah tanah dan ahli waris [Tanah Papua] tidak pernah dilibatkan. Jadi, seakan-akan kami bukan manusia yang hidup dan punya nenek moyang di atas tanah ini,” kata Yeimo.

Para peserta pembekalan juga mendiskusikan berbagai operasi militer yang terjadi di Tanah Papua, sejak tahun 1963 hingga kini. Berbagai operasi militer itu menunjukkan watak kolonialisme yang berusaha mempertahankan kekuasaan dengan politik migrasi dan mengirim militer untuk mengamankan Papua sebagai wilayah Indonesia.

“Berbagai cara Indonesia lakukan, bagimana Indonesia menaklukkan, mecaplok Tanah Papua, membuat orang Papua takut dan trauma, dan kitong tidak bisa buat apa-apa. Sekarang [operasi] terjadi di Intan Jaya, Puncak Papua, Nduga, Pegunungan Bintang, Maybrat, Yahukimo, Timika. Sementara orang tua kami mempertahankan apa yang Tuhan kasih sebagai ahli waris, dan lakukan perlawanan. Jadi, tugas kita adalah kuliah baik, dan lakukan perlawanan melalui ilmu yang didapat saat kuliah,” kata Yeimo.

Benny Murib yang turut memberikan materi mengatakan pendidikan politik Papua dalam pembekalan itu bagus, karena membuat generasi muda Papua belajar sejarah dan mendiskusikan situasi yang saat ini terjadi di Papua. “Kami berikan [materi] sejarah bangsa Papua dan realita penindasan terhadap orang Papua. Sistem kolonial dan militerisme memaksakan Papua sebagai bagian dari Indonesia. Salah satunya, [penyelenggaraan] Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua. PON tidak akan menyelesaikan persoalan Papua, tetapi menambah masalah,” kata Murib.

Murib berharap mahasiswa Papua yang sekolah dan kuliah menyadari bahwa perjuangan untuk menuntut Hak Menentukan Nasib Sendiri tidak melulu dilakukan dengan perlawanan bersenjata seperti Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat. Perjuangan itu juga dapat dilakukan dengan gerakan sipil yang dilakukan pelajar dan mahasiswa. Pelatihan itu disebut Murib akan terus menanamkan ideologi Papua merdeka. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Hollywood Movies