Type Here to Get Search Results !

Ada Rekayasa dan Konspirasi Dibalik Menghilangnya Speedboat dengan 17 Penumpang di Perairan Mamberamo Raya 2 Tahun Silam (Bag. 1)

TENGGELAM ATAU DISANDERA TPN – OPM ?

Dua tahun lalu, 3 Mei 2009 sebuah speedboat yang di tumpangi Kabag Umum Kabupaten Mamberamo Raya Isak Petrus Muabuay dengan 16 penumpang lainnya dinyatakan hilang di perairan Mamberamo Raya, namun hingga kini bangkai maupun barang – barang pribadi ke-17 penumpang tidak pernah ditemukan, kecuali sebuah speedboat kosong yang konon ditumpangi mereka ditemukan terdampar di pesisir perairan Hamadi. Ada upaya pembiaran dan aroma konspirasi yang melibatkan sejumlah “orang penting” di Mamberamo Raya dengan melibatkan kelompok TPN-OPM. Oleh : Walhamri Wahid Perempuan tua itu kini seperti orang senewen, siang dan malam selama dua tahun terakhir ini hati dan pikirannya tidak pernah lepas dari sosok sang anak tercinta, Natalia Rumbiak salah satu pencari kerja yang berada satu speedboat dengan Kabag Umum Kabupaten Mamberamo Raya Isak Petrus Muabuay dan 15 penumpang lainnya yang hingga kini tidak jelas rimbanya. Setelah hampir dua tahun lebih coba di sembunyikan, dan dianggap sebagai kecelakaan murni akibat alam yang tidak bersahabat saat itu, kini secara perlahan peristiwa yang menimpa 17 penumpang speedboat yang bergerak dari Serui menuju ke Kasonaweja dan dikhabarkan menghilang di perairan sekitar Kampung Bonoi – Poiwai daerah perbatasan antara Kabupaten Yapen dan Mamberamo mulai terkuak secara perlahan dan memberi satu harapan baru bagi para keluarga bahwa masih ada yang hidup dari ke-17 penumpang itu, dan di duga kuat mereka sebenarnya bukan hilang karena tenggelam di gulung ombak, namun mereka di sandera oleh kelompok TPN – OPM yang beroperasi di kawasan tersebut. Dugaan masih hidupnya para penumpang dan diyakini mereka saat ini tengah di sandera oleh TPN-OPM berawal dari sepucuk surat bertanggal 18 Januari 2011 yang di kirimkan oleh Leonard Sayori yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi di Jakarta Surat Leonard Sayori itu di perkuat dengan surat bernomor : 01/VIII-F/MIL/SM/pang-Dgv.II.PNP/2010 tertanggal 10 November 2010 yang ditujukan langsung ke Presiden RI di Jakarta dari Thadius Jhoni Kimema Jopari Magaiyogi yang mengklaim dirinya sebagai Panglima TPN PB Devisi II Makodam Pemka IV Paniai merangkap Anggota Dewan Revolusioner Papua Barat Melanesia Nation. Kedua surat tersebut juga sampai ke tangan Direktur Kepwaspadaan Nasional (Dirwasnas) Direktorat Jenderal (Ditjen) Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri di Jakarta yang di tindak lanjuti dengan membentuk sebuah Tim Pencari Fakta (TPF) yang mencoba melakukan penelusuran terhadap informasi tersebut. TPF bentukan Dirwasnas tersebut akhirnya melakukan sejumlah kontak dengan kelompok TPN – OPM dengan perantaraan beberapa pihak termasuk salah satunya di fasilitasi oleh Leonard Sayori, dimana via telepon Kamis, 17 February 2011 sekitar pukul 11.30 WIB saat masih di Jakarta Leonard mencoba menghubungi Nikanor Aronggear yang diklaim menjabat sebagai Panglima TPN - OPM Wilayah Yapen Waropen – Mamberamo yang kebetulan sedang berada di Kota Jayapura. Dalam pembicaraan telepon tersebutlah, Nikanor Aronggear mengungkapkan tentang peristiwa penyanderaan 17 penumpang speedboat yang menurutnya hingga kini masih hidup dan akan dilepaskan bila permintaan mereka yang merupakan janji salah satu pasangan calon Pilkada Kabupaten Mamberamo Raya yang kini telah ditetapkan sebagai Bupati Mamberamo Raya periode 2010 – 2015 memberikan sejumlah uang kepada mereka ditepati. Berawal dari kontak via telepon Jakarta – Jayapura itulah akhirnya Dirwasnas menugaskan salah seorang staff-nya bertolak ke Jayapura untuk bertemu dengan Nikanor Aronggear guna meminta keterangan lebih lengkap. Dan dua hari kemudian, 19 February 2011 sekitar pukul 13.00 WIT bertempat di Tanjung Marine Hamadi – Kota Jayapura Niko Aronggear membeberkan rentetan sejumlah peristiwa yang terjadi selama ini di Kabupaten Mamberamo Raya salah satunya peristiwa penyanderaan 17 penumpang speedboat tersebut. Dalam laporan tertulis TPF bentukan Dirwasnas yang diterima oleh Bintang Papua terungkap bahwa Niko Aronggear mengaku di panggil khusus oleh Leonard Sayori ke Jayapura untuk memberikan kesaksian. “pertama, saya dan anak buah di suruh menyandera speedboat Ishak Petrus Muabuay yang datang dari Serui menuju Kasonaweja karena dia adalah Kabag Umum Pemkab Mamberamo Raya yang mengetahui penggunaan keuangan Pemkab Mamberamo selama ini, saya sandera mereka ada 9 orang, perempuan dan laki – laki, ada nama Pak Fredy, Selina, Ibu Manado (kemungkinan yang dimaksud dengan Ibu Manado adalah salah seorang pencari kerja yang ikut dalam rombongan bernama Imroatul Khasanah - Red) dan saya sudah bunuh 7 (tujuh) orang jadi sekarang tinggal 2 (dua) orang yaitu Pak Fredy sekarang ada di tempat Ona Patiasina dan Ibu Manado di tempat Jesya Murib, mereka hanya menunggu perintah dari saya untuk bunuh binatang dua ini” kata Niko Aronggear langsung kepada staff khusus TPF Dirwasnas ketika itu. Untuk meyakinkan Staff Khusus Dirwasnas di tengah – tengah perbincangan di Pantai Marine Hamadi 4 bulan lalu itu, Niko Aronggear meminta dibelikan pulsa dan menelpon seseorang. “ini perintah dari Komandan, dan bilang kepada isteri saya untuk kasih makan itu binatang Fredy dan coba lihat dan bilang kepada anak buah, kalau minum mabuk, tidak boleh memperkosa itu perempuan, kasihan dia biarkan saja”, ujar Niko di telepon memberikan instruksi kepada seseorang di ujung telepon, dimana seperti pengakuan Staff Khusus Dirwasnas saat itu Niko Aronggear datang di temani 5 orang anak buahnya dan di dampingi Ajudannya yang dikenali bernama Tanasirem. Masih dalam pertemuan itu, Niko Aronggear mengaku bahwa speedboat yang di tumpangi Ishak Petrus Muabuay dan 16 penumpang lainnya di tenggelamkan di derah Danau Rawa Kangkung hutan di wilayah Mamberamo. Niko Aronggear juga menjelakan bahwa saat terjadi peristiwa Kapeso Berdarah dimana kelompok TPN – OPM melakukan penyanderaan Bandara Kapeso dan pengibaran Bintang Kejora selama hampir sebulan lebih, saat terjadi penyerbuan oleh pasukan Brimob, dirinya berada di bawah tiang bendera bersama seorang pendeta berinisial DM, yang mana menurut pengakuannya saat penyerbuan pasukan Brimob itu para sandera ada bersama kelompok TPN-OPM di wilayah Kapeso, setelah ada penyerbuan maka para sandera dengan tangan terikat di belakang di bawa keluar dari Kapeso dengan berpindah – pindah tempat sampai berada di Markas TPN PB – OPM Wilayah Yapen Waropen – Mamberamo. Masih dalam laporan tertulis TPF Dirwasnas yang diperoleh salinannya oleh Redaksi Bintang Papua, Niko Aronggear mengatakan bahwa Bupati Kabupaten Mamberamo Raya (Demianus Kyeu Kyeu, SH) harus bayar Rp. 5 Milyard kepadanya karena aksi penyanderaan tersebut serta beberapa peristiwa lainnya menjelang Pemilukada di Mamberamo Raya merupakan instruksi dari yang bersangkutan. Namun tudingan dan isi kedua surat tersebut di bantah keras oleh Bupati Kabupaten Mamberamo Raya Demianus Kyeu Kyeu, SH kepada Bintang Papua via ponsel Perwira Penghubung (Pabung) Kodim Mamberamo Raya Kamis, 5 Mei 2011, Bupati menjelaskan bahwa surat dan sejumlah isu yang di hembuskan oleh beberapa pihak merupakan ekses dari sisa – sisa pelaksanaan Pemilukada yang telah selesai, dan itu merupakan upaya – upaya dari lawan politiknya yang belum bisa menerima kekalahan. “Itu kejahatan kemanusiaan bila saya terlibat dengan peristiwa penyanderaan 17 penumpang speedboat, dan bila ada yang bisa membuktikan bahwa benar – benar ke- 17 penumpang itu masih hidup, Pemda pasti akan melakukan upaya penyelamatan, ini merupakan tindakan penyerangan terhadap wibawa pemerintahan, saya memang ada di minta ketemu dengan beberapa orang yang mengaku utusan maupun staff dari Kesbangpol Kemendagri, tapi kalau memang mereka datang dengan tujuan tugas resmi, kenapa tidak menggunakan jalur resmi, menyurat resmi, saya melihat ada kepentingan lain di balik isu ini semuanya”, tegas Demianus di ujung telepon. Ketika ingin di konfirmasi lebih lanjut terkait beberapa hal, Bupati menjanjikan kepada Bintang Papua dalam waktu 2 – 3 har ke depan dirinya atau orang kepercayaannya akan turun ke Jayapura menemui wartawan untuk menjelaskan dan meluruskan tudingan itu semua. Namun hingga kini belum ada keterangan resmi tambahan dari Bupati ataupun orang kepercayaannya seperti yang dijanjikan, bahkan ketika Bintang Papua mencoba mengkonfirmasi beberapa kali lewat dua nomor handphone Bupati, hingga berita ini dinaikkan tidak bisa dihubungi. Dan Minggu (5/6) kemarin, lewat Ajudannya Bintang Papua mencoba meminta tolong untuk dijembatani melakukan konfirmasi tambahan kepada Bupati, namun kurang mendapat respon dari Ajudan yang balik menanyakan wartawan memperoleh nomor teleponnya dari mana, dan ia hanya menjalankan tugas bahwa setiap orang yang mau berurusan dengan Bupati harus di ketahui identitasnya. Terkait peristiwa penyanderaan ini, Kapolda Papua Irjenpol Bekto Soeprapto melalui Kabidhumas Kombespol Wachyono menjelaskan bahwa untuk membentuk Tim Khusus guna menelusuri kembali kebenaran informasi penyanderaan itu dan keberadaan para sandera kini pihaknya tidak bisa bertindak gegabah dan serta merta, namun harus menunggu surat resmi dan pemberitahuan dari Kemendagri bila benar hal tersebut sudah di laporkan ke Kemendagri. Direktur Kewaspadaan Nasional (Dirwasnas) Dirjen Kesbangpol Kemendagri di Jakarta, Widyanto P, SH, M.Si menjawab pertanyaan Bintang Papua via SMS menjelaskan selama ini pihaknya masih mencoba melakukan upaya – upaya persuasif untuk menyelesaikan masalah ini, dan pihaknya sudah beberapa kali mencoba ingin bertemu dengan Bupati Mamberamo Raya secara langsung maupun melalui perantara Staff Khusus yang ditugaskan ke Jayapura tapi tidak diterima. “berdasarkan pengakuan tersangka, keterangan beberapa pihak, dan hasil penyelidikan kami selama ini”, jawabnya singkat via SMS ketika ditanya apa bukti dan alasan mendasar baginya yang merasa yakin para korban benar – benar di sandera dan bukan hilang tenggelam di gulung ganasnya ombak. Menindak lanjuti statement Kabidhumas Polda Papua dalam pemberitaan Harian Bintang Papua edisi Jumat, 3 Juni 2011 lalu dalam berita dengan judul “2 Tahun Kecelakaan Speedboat di Mamberamo Masih Misterius”, dimana Kabidhumas menjelaskan bahwa apabila keluarga korban mengirim surat kepada Mendagri bukan kewenangan polisi, kecuali bila ada surat tembusan dari Kemendagri kepada kepolisian barulah pihaknya menindaklanjuti upaya pencarian korban ditanggapi secara tertulis oleh Staff Khusus Dirwasnas yang juga sebagai Ketua Tim Pencari Fakta bentukan Dirwasnas Kesbangpol Kemendagri, Eny Tan. Menurutnya Dirwasnas Kesbangpol Kemendagri mengetahui adanya kecelakaan speedboat di Mamberamo berdasarkan 3 (tiga) surat yang diberkan oleh utusan masyarakat pada tanggal 17 February 2011 di Jakarta yakni surat Leonard Sayori ke Mahkamah Konstitusi, sebuah surat yang ditujukan kepada Tuan – Tuan Panglima OPM Wilayah Mamberamo yang di atasnya bertanggal 4 September 2010 (tanggal surat tulis tangan, sedangkan isi surat diketik komputer-Red) yang di bagian akhir surat tertera Mengetahui Bupati Mamberamo Raya lengkap dengan tanda tangan dan stempel Bupati Kabupaten Mamberamo Raya dan surat Panglima TPN – OPM PB Divisi II Makodam Pemka IV Paniai yang ditanda tangani oleh Thadius Magaiyogi. Berdasarkan surat – surat dimaksud Dirwasnas Kesbangpol Kemendagri melakukan penyelidikan dan melakukan upaya persuasif baik terhadap Bupati Mamberamo Raya maupun terhadap TPN – OPM namun hingga kini belum membuahkan hasil untuk upaya pembebasan para sandera dimaksud. “sangat disayangkan bila Polda Papua bilang tidak mengetahui dugaan peristiwa penyanderaan ini dan masih menunggu surat tembusan dari Kemendagri, karena masalah ini terjadi merupakan satu rangkaian dengan beberapa masalah yang muncul menjelang Pemilukada di Mamberamo Raya dan rencana audit KPK terhadap penggunaan APBD 2008/2009 Mamberamo Raya yang tidak jelas, dan sudah dilakukan pemeriksaan terhadap Penjabat Bupati ketika itu baik oleh BPK/BPKP maupun Polda Papua”, kata Eny Tan dalam surat tertulisnya yang di terima Redaksi Bintang Papua Sabtu kemarin. Dan menurutnya seyogyanya Polda Papua sudah lebih awal mengetahui dan melakukan pencarian maupun penyelidikan terhadap saksi – saksi dan beberapa pihak yang diduga sebagai pelaku antara lain : Jhon Tanaty yang kini telah mendekam di LP Serui dengan dakwaan pembunuhan terhadap Pdt. Krioman (Ketua Panwaslu Kabupaten Mamberamo Raya) yang di duga adalah saksi kunci orang – orang yang terlibat dalam peristiwa penyanderaan speedboat dimaksud. .(bersambung) Daftar 17 Penumpang Speedboat yang Hilang di Perairan Mamberamo 2 Tahun Lalu 1). Ishak Petrus Muabuay, 2). Brigpol Ayub Karubaba, 3). Rahmania, 4). Ferdiyanto Sunur, 5). Atika Saraswati, 6). Yuliana Muay, 7). Gerson Wanggai, 8). Maikel Kawari, 9). Lambert Wanggai, 10). Tonny Fonataba, 11). Jack Karubaba, 12). Guntur Tarobi, 13). Waryono Waromi, 14). Dhopi Reba, 15). Natalia Rumbiak, 16). Ema Samori, 17). Imroatul Khasanah

Posted via email from SPMNews' Posterous

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Hollywood Movies